Senin, 28 Februari 2011

AMBIENT CONDITION DAN ARCHITECTURAL FEATURES


1.    AMBIENT CONDITION
Ambient condition yaitu kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti sound, cahaya/ penerangan, warna, kualitas udara, temperatur, dan kelembaban.
kebisingan temperatur dan kualitas udara yang semakin tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. emosi yang semakin kurang terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah.
kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan untuk mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak (Rahardjani 1987).
suhu dan pulusi udara yang tinggi juga menimbulkan 2 efek, yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. tentu saja pada kesehatan akan menimbulkan gangguan pernapasan dan juga dapat menyebabkan gangguan lainnya. dan  pada perilaku jika suhu terlalu tinggi akan mempengaruhi perilaku sosial.
pencahayaan dan warna.
pada dasarnya cahaya mempengaruhi kinerja, dengan cara mempermudah atau mempersulit penglihatan ketika mengerjakan sesuatu.
warna, sebagaimana dengan pencahayaan, maka warna yang amat terang juga akan berpengaruh terhadap penglihatan dan juga menghasilkan bayangan yang mengganggu.

Berbicara mengenai kualitas fisik (ambient condition), Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku yaitu: kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahyaan dan warna.
Kebisingan. Menurut Ancok (1989) keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi. Emosi yang tidak terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah. Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
Sarwono (1992) menyebutkan tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising yaitu: Volume, Perkiraan,  Pengendalian. Menurut Holahan (1982) kebisingan dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematis yang secara khusus diasosiasikan dengan stress. Kebisingan dapat ditunjukan dengan meningkatnya aktivitas elektrodermal, sekresi adrenalin, dan tekanan darah. Sementara menuruk Crook dan Langdon mengatakan terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik, dan kesehatan mental, seperti sakit kepala, kegelisahan, dan insomnia.
Suhu dan Polusi Udara. Menurut Holahan (1982) tingginya suhu udara dan polusi udara dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. Seperti meningkatnya mortalitas, munculnya penyakit-penyakit pernapasan sepertiasma, infeksi saluran pernapasan, dan flu.
Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: warna dinding dalam dan luar rumah, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni. Suhu yang paling nyaman adalah kurang lebih 25 derajat celcius. Apabila suhu tidak nyaman (diatas 25 derajat celcius), maka akan mengakibatkan tubuh berkeringan yang dapat mengakibatkan gangguan pada saat tidur.
Pencahayaan. Menurut Fisher dkk. (1984) terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Pada dasarnya, cahaya mempengaruhi kinerja dengan cara mempermudah atau mempersulit penglihatan ketika kita mengerjakan sesuatu. Corwin Bennet (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa penerangan yang lebih kuat ternyata mempengaruhi kinerja visual kita menjadi semakin cepat dan teliti. Akan tetapi data juga menunjukan bahwa pada satu titik dimana cahya menjadi terlalalu besar kemampuan visual kita dapat menurun.
Warna. Warna sebagaimana halnya dengan pencahayaan, maka warna yang amat terang juga akan berpengaruh terhadap penglihatan.area-area yang diberi warna terlalu terang di satu pihak menimbulkan kelelahan mata, juga akan menghasilkan bayangan yang mengganggu warna-warna yang terlalu kontras, selain mengganggu juga memberikan terlalu banyak penangkapan mata dan memberi kesan membingungkan (Lang, 1987).
Menurut Heimstra dan MC Farling, warna memiliki tiga dimensi yaitu: kecerahan (brightness), corak warna (hue), dan kejenuhan (saturation). Kecerahan adalah intensitas warna; corak warna adalah warna yang melekat dari suatu objek; kejenuhan adalah tingkatan unsur warna putih yang dicampurkan pada warna lainnya. Sedangkan menurt Holahan (1982) dan Mehrabian & Russel (dalam Heimstra dan Mc Farling, 1978; Fisher dkk., 1984)  warna juga mempunyai efek independen terhadap suasana hati, tingkat pembangkitan, dan sikap; dimana ketiganya bisa secara tidak langsung mempengaruhi kinerja.
2. ARCHITECTURAL FEATURES
Estetika. Spranger (dalam Ancok, 1988) membagi orientasi hidup menjadi 6 kategori, dimana nilai estetis merupakan salah satu di antaranya selain nilai ekonomi, nilai kekuasaan, nilai sosial, nilai religius, dan nilai intelektual. Umumnya orang cenderung pada orientasi nilai ekonomis. Nilai estetika tersebut dimiliki oleh setiap orang walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Sedangkan menurut Fisher dkk (1984) salah atu tujuan daridesain adalah memunculkan respon tertentu terhadap seting yang telah diselesaikan. Kualitas estetika memegang peranan penting dalam hal ini. Beberapa lingkungan memiliki kekaguman, sedangkan lingkungan yang lain memberikan kesan informal dan kenyamanan.
Penelitian telah menunjukkan pula bahwa kualitas estetis suatu ruangan dalam konteks keceriaan dan daya tarik dapat mempengaruhi jenis evaluasi yang kita bua ketika berada dalam seting tersebut. Lingkungan yang menarik juga membuat orang merasa lebih baik. Suasana hati yang baik yang berhubungan dengan lingkungan yang menyenangkan terlihat meningkatkan kemauan orang-orang untuk saling menolong satu sama lain (dalam fisher dkk., 1984).
Perabot. Perabot dan pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang merupakan salah satu penentu perilaku yang penting. Pengaturan perabot dalam ruang dapat mempengaruhi cara orang dalam mempersepsikan ruang tersebut.
Sumber :
http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab3-ambient_condititon_dan_architectural_features.pdf

Minggu, 27 Februari 2011

KEPADATAN

A. pengertian kepadatan
menurut Sundstrom kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrightsman & Deaux, 1981). atau sejumlah individu yang berada disuatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). 
suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

B. kategori kepadatan
menurut Altman (1975), didalam studi sosiologi sejak tahun 1920-an, variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial. variasi indikator kepadatan itu meliputi jumlah individu dalam sebuah kota, jumlah individu pada daerah sensus, jumlah individu pada unit tempat tinggal, jumlah ruangan pada unit tempat tinggal, jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain-lain.
sedangkan Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur-unsur yaitu jumlah individu pada setiap ruang, jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal, jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman.hal ini berarti bahwa setiap pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda tergantung dari konstribusi  unsur-unsur tersebut.

kepadatan dapat diedakan dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan dalam 2 kategori, yaitu :
1. kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang.
2. kepadatan sosial (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.

Altman (1975) juga membagi menjadi 2 :
1. kepadatan dalam (inside density) yaitu sejumlah individu yang berada dalam satu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan didalam rumah, kamar
2. kepadatan luar (outside density) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim disuatu wilayah pemukiman.

Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbada dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu wilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi atau kepadatan rendah.

Zlutnick dan Altman menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, yaitu :
1. lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
2. wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah
3. lingkungan mewah perkotaan, dimana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi
4. perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.

Taylor (dalam Gifford, 1982) mengatakan bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal seseorang disuatu tempat tinggal. oleh karena itu individu yang bermukim dipermukiman dengan kepadatan yang berbeda mungkin menunjukan sikap dan perilaku yang berbeda pula.

C. akibat-akibat kepadatan yang tinggi
rumah dan lingkungan pemukiman akan memberi pengaruh psikologis pada individu yang menempatinya. Taylor (dalam Gifford, 1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. rumah dan lingungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberi kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.

Schorr (dalam ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stres dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana.

menurut Heimstra dan McFarling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia secara fisik, sosial maupun psikis.

akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling, 1978).

akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling 1978, Gifford, 1987).

akibat secara psikis :
a. stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stres (Jain 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
b menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1982).
c. perilaku menolong (perilaku prososisal), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan, 1982; Fisher dkk., 1984).
d. kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada  saat tertentu (Holahan, 1982).
e. perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).

D. kepadatan dan perbedaan budaya
menurut Koerte (dalam Budihardjo, 1991) faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial, dan lain-lain, akan sangat menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.

Epstein (dalam Sears dkk., 1994) menemukan bahwa pengaruh kepadatan tinggi tempat tinggal tidak akan terjadi apabila penghuni mempunyai sikap kooperatif dan tingkat pengendalian tertentu. pada suatu keluarga tampaknya tidak akan banyak mengalami kesesakan, karena mereka umumnya mampu "mengendalikan" rumah mereka dan mempunyai pola interaksi yang dapat meminimalkan timbulnya masalah tempat tinggal yang memiliki kepadatan tinggi.



Kamis, 17 Februari 2011

memahami metodelogi penelitian dan ambient condition dalam psi. lingkungan

I

menurut Veitch & Arkkelin (1995) terdapat 3 metode penelitian yang lazim digunakan dilapangan penelitian psikologi lingkungan. ketiga metode tersebut adalah: : eksperimen laboratorium, studi korelasi, dan eksperimen lapangan.

A. Eksperimen Laboratorium
menurut Veitch dan Arkkelin, jika seorang peneliti memiliki perhatian terutama yang berkaitan dengan tingginya validitas internal, maka eksperimen laboratorium adalah pilihan yang bisa diambil. metode ini memberi kebebasan  pada eksperimenter untuk memanipulasi secara sistematis variabel yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variabel-variabel yang mengganggu (ekstraneous variables). selain itu yang tidak kalah pentingnya, metode eksperimen laboratorium juga mengukur pengaruh manipulasi-manipulasi tersebut. metode ini pada umumnya juga melibatkan penelitian subjek secara random dalam kondisi eksperimen.dengan cara ini variasi-variasi individu pada subjek penelitian dapat dijadikan alasan adanya perbedaan hasil penelitian, serta adanya kepercayaan yang lebih besar untuk menyimpulkan bahwa hasil penelitian adalah manipulasi-manipulasi dari variabel bebas.
walaupun penelitian laboratorium meningkatkan kepercayaan bahwa hasil pengamatan adalah manipulasi dari variabel bebas, seorang peneliti masih memiliki hal yang bersifat skeptis mengenai hubungan-hubungan dalam eksperimen tersebut.eksperimenter tidak dapat memastikan bahwa hasil-haasil penelitian yang dihasilkan dalam situasi yang amat kompleks dapat diterapkan diluar laboratorium.

B. Studi Korelasi
menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti ingin memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi, maka seorang peneliti dapat menggunakan variasi-variasi dari metode korelasi. studi-studi yang menggunakan metode ini dirancang untuk menyediakan informasi tentang hubungan-hubungan diantara hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dialam nyata yang tidak dibebani oleh pengaruh pengumpulan data. 
dengan menggunakan metode pengambilan data apapun, maka penyimpulan dengan menggunakan studi korelasi dapat diperoleh hasil yang berbeda dibandingkan dengan eksperimen laboratorium. dengan eksperimen laboratorium, kesimpulan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menjadi penyebab akan membuahkan hasil yang tepat. ketika korelasi digunakan, maka tidak ada penyimpulan yang dimungkinkan, karena hanya diketahui dari dua atau lebih variabel yang berhubungan satu sama lain. sebagai contoh, seorang peneliti dapat menentukan bahwa kepadatan penduduk berhubungan dengan beragam indikator dari patologi sosial dengan menggunakan metode korelasi, tetapi ia tidak dapat memberi pernyataan bahwa kepadatan penduduk menyebabkan patologi sosial.

C. Eksperimen Lapangan
menurut Veitch dan Arkkelin (1995), jika seorang peneliti ingin menyeimbangkan antara validitas internal yang dapat dicapai melalui eksperimen laboratorium dengan validitas eksternal yang dapat dicapai melalui studi korelasi, maka ia boleh menggunakan metode campuran yang dikenal dengan istilah eksperimen lapangan. dengan metode ini seorang eksperimenter secara sistematis memanipulasi beberapa faktor penyebab yang diajukan dalam penelitian dengan mempertimbangkan variabel eksternal dalam suatu setting tertentu. hal-hal yang dapat dikendalikan memang hilang, akan tetapi pada saat yang sama banyak hal yang berpengaruh dalam metode korelasi ditemukan.
untuk mencapai pengertian ilmiah terhadap suatu fenomena, seorang ilmuan seharusnya tidak hanya mengembangkan teori-teori dan mengamati dengan cermat hal-hal yang menjadi minatnya, akan tetapi ia juga harus menentukan metode terbaik, baik untuk menguji teori maupun tujuan pengamatan. metode yang tersedia amat banyak dan sebagaimananya kita ketahui bersama, tidak ada metode tunggal yang benar atau salah, karena tiap-tiap metode memiliki kelebihan-kelebihan dan keterbatasan-keterbatasan.pada analisis akhir, seorang peneliti harus menentukan tujuan spesifik penelitian dan kemudian memilih metode yang paling layak sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. strategi yang akan dikembangkan barangkali adalah dengan menggunakan beragam metode untuk mengkaji suatu masalah. hasil dari cara ini akan mempertemukan beberapa gambaran yang lebih jelas dari hubungan-hubungan antar variabel (Veitch dan Arkkelin, 1995).

D. Teknik-teknik Pengukuran
agar suatu penelitian akan menjadi ilmiah diperlukan pengamatan-pengamatan yang menggunakan kriteria tertentu, yaitu :
- berlaku umum dan dapat diulang-ulang
- dapat dikembangkan menjadi skala pengukuran
- memiliki standar validitas dan reliabilitas

beberapa teknik yang telah memenuhi beberapa kriteria berupa mudah dibuat, mudah dalam administrasinya, mudah skoringnya dan mudah diinterpretasikan. beberapa teknik tersebut :

1. self report
metode yang paling sering digunakan dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan individu adalah self report. dengan cara ini, seorang responden ditanya oleh peneliti hal-hal yang berkaitan dengan opini, kepercayaan, perilaku, sikap dan perasaan. prosedur self report terdiri dari beragam teknik yang meliputi: kuesoner, wawancara, dan skala penelitian (rating scale).
masalah lain yang dapat muncul adalah jika pengukuran dengan rating scale digunakan untuk kebutuhan suatu studi yang spesifik, misalnya tidak semua peneliti pada area yang sudah ditentukan menggunakan bentuk self report yang sama dan hal tersebut akan mempersulit untuk membandingkan antara suatu penelitian dilaboratorium dengan penelitian selanjutnya atau dari satu seting tertentu dengan peneliti selanjutnya.

2. kuesioner
kuesioner adalah pengembangan yang luas dari teknik paper and pencil self report. butir (item) umumnya diformulasikan berupa pertanyaan dan dapat pula berupa jawaban faktual (seperti usia, gender, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan sebagainya) sebagaimana halnya dengan respon-respon sikap (seperti emosi, nilai-nilai dan kepercayaan). kadang-kadang butir-butir yang ditanyakan meerupakan pernyataan yang menunjukan tingkat kesetujuan/ketidaksetujuan, dan kadang-kadang responden ditanyakan sesuatu untuk menyeleksi dan menentukan pada posisinya dari beberapa kata yang dideskripsikan peneliti.
terdapat beberapa alasan mengapa menggunakan kuesioner dalam pengumpulan data. pertama, kuesioner amat mudah dibuat, diadministrasikan, dimengerti, didistribusikan, dan disusun.sebagai tambahan, kuesioner dapat mengambil subjek dalam jumlah besar serta mudah dicari respon anonim.
kuesioner sebagaimana bentuk-bentuk lain dari self report, dapat distandarisasikan ataupun tidak. kuesioner yang sudah standar adalah kuesioner yang sudah diujikan sebelumnya sehingga memiliki persyaratan psikometris (validitas dan reliabilitas).

3. wawancara (interview)
bentuk kedua dari self report adalah wawancara. wawancara adalah dialog yang dirancang untuk memperoleh informasi yang dapat dikualisifikasikan. dalam pandangan ini proses wawancara lebih dari sekedar percakapan atau sebagaimana disarankan oleh Cannel dan Kahn (dalam Veitch dan Arkkelin, 1995) melibatkan paling tidak 5 langkah yang berbeda :
  1. menciptakan atau menyeleksi skedul wawancara
  2. memimpin jalannya wawancara
  3. merekam respon-respon
  4. menciptakan respon angka
  5. mengkoding respon-respon wawancara

4. Skala Penelitian
bentuk terakhir dari self report yang digunakan para ahli psikologi lingkungan adalah skala penelitian. skala ini memiliki beragam bentuk, termasuk didalamnya adalah checklist, deskripsi verbal dua kutub, dan skala deskripsi nonverbal.

II

Ambient Condition
Ambient condition yaitu kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti sound, cahaya/ penerangan, warna, kualitas udara, temperatur, dan kelembaban.
kebisingan temperatur dan kualitas udara yang semakin tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. emosi yang semakin kurang terkontrol akan mempengaruhi hubungan sosial didalam maupun diluar rumah.
kebisingan juga akan berakibat menurunnya kemampuan untuk mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak (Rahardjani 1987).
suhu dan pulusi udara yang tinggi juga menimbulkan 2 efek, yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. tentu saja pada kesehatan akan menimbulkan gangguan pernapasan dan juga dapat menyebabkan gangguan lainnya. dan  pada perilaku jika suhu terlalu tinggi akan mempengaruhi perilaku sosial.
pencahayaan dan warna.
pada dasarnya cahaya mempengaruhi kinerja, dengan cara mempermudah atau mempersulit penglihatan ketika mengerjakan sesuatu.
warna, sebagaimana dengan pencahayaan, maka warna yang amat terang juga akan berpengaruh terhadap penglihatan dan juga menghasilkan bayangan yang mengganggu.

sumber:

Sabtu, 12 Februari 2011

Lingkup Psi. Lingkungan



I

Lingkungan merupakan paru-paru kehidupan, yang mana menentukan keberlangsungan kehidupan makhluk hidup. setiap makhluk hidup mempunyai kewajiban menjaga lingkungan sebagaimana semestinya, tetapi fakta yang terjadi bahwa alam saat ini sedang tidak bersahabat begitu pula keadaan lingkungan yang semakin hari semakin bertambah buruk. dan tidak bisa dipungkiri bahwa manusia sendirilah yang mengakibatkan terjadinya perubahan alam. 

Setiap manusia mampu mempengaruhi maupun dipengaruhi karena manusia merupakan makhluk sosial yang mana kehidupan seseorang dapat mempengaruhi lingkungan. lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia dialam sekitarnya. seseorang yang tidak mempunyai kesadaran diri biasanya akan mencemarkan lingkungan, karena baginya lingkungan itu tidaklah penting dan ia merasa tidak memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungannya.
Jika kita menelusuri kembali sejarah peradaban manusia di bumi ini, kita akan melihat adanya usaha dari manusia untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya, demi kelangsungan hidup jenisnya. Pada saat manusia hidup mengembara, mereka hidup dari hasil perburuan, mencari buah-buahan serta umbi-umbian yang terdapat di hutan­hutari. Mereka belum mengenal perihal bercocok tanam atau bertani, dan hidup mengembara dalam kelompok-kelompok kecil dan tinggal di gua-gua. Bila binatang buruan mulai berkuranq, mereka berpindah mencari tempat yang masih terdapat cukup binatang-binatang buruan sebagai bahan makanan.

Tampaklah disini manusia sedikit demi sedikit mulai menyesuaikan diri pada alam lingkungan hidupnya. Bahkan lebih daripada itu, manusia telah merubah semua komunitas biologis ditempat rnereka hidup. Perubahan alam lingkungan hidup manusia tampak jelas di. kota-kota, dibandingkan dengan di hutan rimba dimana penduduknya masih sedikit serta primitif. Perubahan alam lingkungan hidup manusia akan berpengaruh baik secara positif ataupun secara negatif. Berpengaruh positif bagi manusia karena manusia mendapatkan keuntungan dari perubahan tersebut, dan berpengaruh tidak baik karena dapat mengurangi kemampuan alam lingkungan hidupnya untuk menyokong kehidupannya.

II

Pengertian Lingkungan


Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencangkup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi, surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun didalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).


ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. ilmu lingkungan adalah cabang dari ilmu biologi.
ilmu mengenai lingkungan atau ekologi telah berkembang seiring dengan semakin meningkatnya perhatian "ilmuwan" atau manusia terhadap kelestarian bumi/lingkungan. salah satu keilmuan yang berkembang adalah psikologi lingkungan.

Pengertian Psikologi Lingkungan

Avin Fadilla Helmi (1999) menyebutkan bahwa psikologi lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik, yang merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang tergolong masih muda. teori-teori psikologi lingkungan dipengaruhi, baik oleh tradisi teori besar yang berkembang dalam disiplin ilmu psikologi maupun diluar ilmu psikologi. grand theories yang sering diaplikasikan dalam psikologi lingkungan seperti misalnya kognitif, teori behavioristik dan teori medan.

dan adapula definisi lainnya yang menjelaskan tentang psikologi lingkungan yaitu ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam.
dalam psikologi lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayaan dan kearigan lokal suatu tempat dalam memandang alam semesta yang mempengaruhi sikap dan mental manusia.
apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan. perubahan zaman telah membawa pula fungsi mawas diri menjadi pengucapan belaka.

III


teori psikologi lingkungan

Ø  teori yang berorientasi deterministik lebih banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena kognisi lingkungan. dalam hal ini, teori yang digunakan adalah teori Gestalt. dalam teori Gestalt, proses persepsi dan kognisi manusia lebih penting daripada mempelajari perilaku tampaknya (overt behaviour), bagi Gestalt, perilaku manusia lebih disebabkan oleh proses-proses persepsi. dalam kaitannya dengan psikologi lingkungan, maka persepsi lingkungan merupakan salah satu aplikasi dari teori Gestalt.

Ø  teori yang berorientasi lingkungan dalam psikologi lebih banyak dikaji oleh behavioristik. perilaku terbentuk karena pengaruh umpan balik (pengaruh positif dan negatif) dan pengaruh modelling. dilukiskan bahwa manusia sebagai black box yaitu kotak hitam yang siap dibentuk menjadi apa saja. dalam psikologi lingkungan, teori yang berorientasi lingkungan, salah satu aplikasinya adalah geographical determinant yaitu teori yang memandang perilaku manusia lebih ditentukan faktor lingkungan dimana manusia hidup yaitu apakah dipesisir, dipegunungan, ataukah didaratan. adanya perbedaan lokasi dimana tinggal dan berkembang akan menghasilkan perilaku yang berbeda.
kedua orientasi tersebut bertentangan dalam menjelaskan perilaku manusia. orientasi ketiga merupakan upaya sintesa terhadap orientasi pertama dan kedua. premis dasar dari teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia selain menyebabkan faktor lingkungan, juga disebabkan faktor internal. artinya manusia dapat mempengaruhi lingkungan dan lingkungan dapat dipengaruhi oleh manusia.

Ø  psikologi seperti teori beban lingkungan, teori hambatan perilaku, teori level adaptasi, stres lingkungan, dan teori ekologi.

teori beban lingkungan (environment-load theory)
premis dasar teori ini adalah manusia mempunyai kapasitas yang terbatas dalam pemprosesan informasi. menurut Cohen (fisher, 1985; dalam veitch & arkkelin, 1995), ada 4 asumsi dasar teori ini yaitu :
a. manusia mempunyai kapasitas terbatas dalam pemprosesan informasi.
b. ketika stimulus lingkungan melebihi kapasitas pemrosesan informasi, proses perhatian tidak akan dilakukan secara optimal.
c. ketika stimulus sedang berlangsung, diperlukan respon adaptif. artinya signifikasi stimulus akan dievaluasi melalui proses pemantauan dan keputusan dibuat atas dasar respon pengatasan masalah.
d. jumlah perhatian yang diberikan seseorang tidak konstan sepanjang waktu, tetapi sesuai dengan kebutuhan.

teori hambatan perilaku (behaviour contraints theory)
premis dasar teori ini adalah stimulasi yang berlebih atau tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi. istilah 'hambatan' berarti terdapat 'sesuatu' dari lingkungan yang membatasi apa yang menjadi harapan.hambatan dapat muncul baik secara aktual dari lingkungan ataupun interpretasi kognitif. dalam situasi yang diliputi perasaan bahwa ada sesuatu yang menghambat perilaku, orang merasa tidak nyaman. pengatasan yang dilakukan adalah orang mencoba menegaskan kembali kontrol yang dimiliki dengan cara melakukan antisipasi faktor-faktor lingkungan yang membatasi kebebasan perilaku. usaha tersebut dikatakan sebagai reaktansi psikologis (psychological reactance). jika usaha itu gagal, muncul ketidakberdayaan yang dipelajari atau learning helplessness (Veitch & Arkkelin, 1995).


teori level adaptasi 
teori ini pada dasarnya sama dengan teori beban lingkungan. menurut teori ini, stimulasi level yang rendah maupun level tinggi mempunyai akibat negatif bagi perilaku. salah satu teori beban lingkungan adalah teori adaptasi stimulasi yang optimal oleh Wohwill (dalam fisher, 1948) menyatakan bahwa ada 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan yaitu :
a. intensitas. terlalu banyak orang atau terlalu sedikit orang disekeliling kita, akan membuat gangguan psikologis. terlalu banyak orang menyebabkan perasaan sesak (crowding) dan terlalu sedikit orang menyebabkan merasa terasing (sosialisolation).
b. keanekaragaman. keanekaragaman benda atau manusia berakibat terhadap pemrosesan  informasi.
c. keterpolaan. keterpolaan berkaitan dengan kemampuan memprediksi.


teori stres lingkungan (environment stress theory)
teori stres lingkungan pada dasarnya merupakan aplikasi teori stres dalam lingkungan. berdasarkan input-process-output , maka ada 3 pendekatan dalam stres yaitu stres sebagai stressor, stres sebagai respon/reaksi, dan stres sebagai proses.


beberapa ekologi (ecological theory)
perilaku manusia merupakan bagian dari kompleksitas ekosistem (Hawley dalam Himmam & faturochman, 1994), yang mempunyai beberapa asumsi dasar sebagai berikut :
a. perilaku manusia terkait dengan konteks lingkungan
b. interaksi timbal balik yang menguntungkan antara manusia - lingkungan
c. interaksi manusia - lingkungan bersifat dinamis
d. interaksi manusia - lingkungan terjadi dalam berbagai level dan tergantung pada fungsi


teori-teori dalam psikologi lingkungan selain masih mendasarkan diri pada grand theories psikologi juga menggunakan teori-teori diluar disiplin psikologi.psikologi lingkungan sebagai salah satu cabang psikologi, belum mempunyai grand theories dan teori yang sudah ada sekarang ini masih dalam tataran teori mini. salah satu upaya yang dapat dilakukan para peneliti dalam mengkaji hubungan manusia -l ingkungan, dibuat suatu model dengan memperhatikan karakteristik lingkungan fisik dan manusia.